Diary Patah Hati


2 (10)n

Mencintai seseorang itu nyaris sama dengan mendengarkan musik rock.
Enggak memberi apa-apa, namun meninggalkan kesan dan semangat.
Ketika musik itu mengalun terkadang kamu mendapat inspirasi.
Kadang kamu juga bisa nyasar ke dunia lain yang sangat seru.
Setelah bait terakhir berhenti, selesai. Ya sudah, begitu saja.
Meskipun musik rock positif berpeluang besar untuk merusak telinga kamu,
tapi kamu tetap ingin mendengarnya lagi…lagi dan lagi.

[Diary Zenith, November 2009]

Berikut di atas adalah sepenggal kalimat yang ku copy-paste dari diaryku 7 tahun lalu. Ceritanya ingin menulis lagi tapi bingung memulai dengan apa. rasanya sudah lama sekali enggak nulis, banyak perbendaharaan kata yang hilang. Mungkin ini karena aku keasyikan dagang kali yah, pada lihat kan postingan sebelumnya? isinya dagang melulu. Ya bukannya enggak suka berdagang, setelah aku pikir-pikir aku jadi lupa caranya menikmati hobbyku sendiri. Bagaimana orang lain bisa menikmati karyaku kalau aku sendiri enggak menikmati bagaimana proses berkarya, bener enggak? all isn’t about money maaann…. It’s about soul heleeeh !

Dan aku pun mulai iseng ngecek file diary lama, Periode 2008-2010 adalah saat dimana puncak karirku sebagai penulis (diblog sendiri) karena waktu itu aku punya dua orang teman yang satu mungkin adalah titisan Tolstoy dan satu lagi adalah bandar buku sastra lawas.

Bayangin aja adegan ketika jam istirahat panas terik, disaat semua anak SMA pada umumnya nge-gaul dikantin, sedang lima anak gadis ngeleseh diteras kelas. Anak gadis pertama memandang langit dengan sedikit awan sirus sambil meracau soal bagaimana hidup itu tentram dan damai kalau saja kamu mau menikmatinya sejenak. Anak gadis kedua duduk bersila (bukannya dukun tapi emang dia agak tomboi) serius baca novel Pramoedya Ananta Toer koleksinya. Anak gadis ketiga bingung mau ngapain akhirnya curi-curi pandang ikutan baca, baru mulai menghayati membaca eh tiba-tiba halamannya udah dibalik aja sama empunya buku. Kan sebel. Dan akhirnya dia ikut-ikutan gadis pertama yang memandang langit dengan sedikit awan sirus (Nah ini aku), sedang dua yang lain ngegosip asik sambil ngakak, umumnya objek pembahasan mereka sering disamarkan dengan kode-kode rahasia yang aku enggak ngerti. Jadi begitulah kita bersama bukan karena persamaan karakter, namun jumlah uang jajan terbataslah yang menyatukan kita.

Disisi lain kondisinya mendukung karena saat itu cinta mulai datang dan pergi membuat hati pujangga patah hati. Tiap galau, curhat bukanlah suatu rutinitas yang penting selain alasan silence is better than bullshit, kita lebih memilih menghadapi masalah secara general dan menerapkan filsafat-filsafat dari buku (percaya gak percaya). Minimal curhat via puisi yang agak tersirat tanpa menyebutkan merk lebih baik daripada gosip. Ya kan?. Tapi kalau ada yang mau curhat blak-blakan sih monggo, soal objek dan lain-lain yang bermerk bisa menggunakan kode rahasia.

Suatu hari (masih soal cinta) aku membuat sebuah puisi tersirat dihalaman terakhir buku catatan biologi. Si anak gadis pertama membaca dengan perlahan tentunya sambil memandang langit dengan sedikit awan sirus diatas sana. Kemudian giliran si anak gadis kedua membaca diikuti anak gadis keempat dan kelima yang mencuri-curi pandang (ngerecoki lebih tepatnya). “Waaah…kamu harus baca bukunya Andrea Hirata yang “Padang Bulan” Ze, sederhana tapi ngena banget. Tapi tunggu setelah aku selesai baca ya” kata si gadis kedua.

“Eh aku tau nih kan tentang si kakak ABC ? Jadi beneran kamu udah putus? berati bener dong katanya si DEF dia HGI sama kamu tapi ternyata juga deket sama JKL, itu cewe yang pake motor MNO”.  “Udah ikhlasin aja cowo kayak gitu emang PQRTSUVWXYZ! tau enggak tuh orang!” Hati panas biasanya pasang headset dan puter lagu Dream theater. Nah kalau situasi sudah seramai gambreng begini aku cuma bisa memandang langit dengan sedikit awan sirus diatas sana, benar gak sih hidup itu tentram dan damai?

2 thoughts on “Diary Patah Hati

Leave a reply to Ekha Nurul Cancel reply